Thursday 21 May 2015

Anak-anak yang Pelupa




Di sebuah Rumah Sakit Islam di Kota Mojokerto, tepatnya di ruang tunggu, di bangku yang panjang itu, ada seorang ibu duduk sementara anaknya yang sakit, lemas, muka kuyu disuruhnya tidur di bangku panjang itu. Si ibu dengan tatapan iba penuh kasih sayang membetul-betulkan baju si anak kecil yang terbuka perutnya, lalu si ibu mengibas-ibas celana pendek si anak kecil yang agak kotor berdebu. Si anak mencoba memejamkan mata, sementara si ibu menatap dalam diam, sambil menunggu giliran namanya dipanggil.

Saudara-saudaraku yang semoga dimuliakan Alloh Ta’ala.
Kita ini memang orang-orang pelupa ya.
Kita lupa siapa yang membawa-bawa kita dalam perutnya selama sembilan bulan.
Punya tas ransel laptop ngga? Beratnya mungkin tiga kiloan. Coba dibawa di depan, selama seminggu aja. Sejak tidur sampai tidur lagi. Dibawa kerja, di bawa dapur, di bawa jalan-jalan, ke kamar mandi, ke masjid, ke luar kota. Dibawa-bawa kemana pun kita pergi. Berat banget, boss. Tapi ibu kita membawa yang lebih berat dari itu. Beliau melakukannya dengan ikhlas dan penuh cinta, membawa kita kemana-mana. Coba bayangkan bagaimana wajahnya ketika Beliau masih berusia muda dulu.
Dan sekarang kita berani bersuara keras kepadanya.
Kita lupa siapa yang menyusui kita ketika kita bayi, memberi makan kita, memberi dekapan hangat penuh cinta, memandikan, mencium-ciumi dan menggendong kita kemana-mana. Membangga-banggakan kita di depan sanak saudara. Membisikan kata-kata yang menyejukkan hati ketika kita menangis. Coba bayangkan bagaimana wajahnya ketika beliau tertawa riang menimang-nimang kita.

Dan sekarang kita berani membuatnya menangis.
Kita lupa siapa yang panik ketika kita jatuh. Siapa yang diam-diam menangis ketika kita di rawat di rumah sakit. Siapa yang pontang-panting nyari pinjaman duit kesana-sini. Meminjam uang ke Bude ini, pinjam mas itu, saudara-saudara yang lebih mampu secara ekonomi untuk membiaya ongkos rumah sakit. Coba bayangkan wajahnya ketika beliau susah hati saat itu. Kita lupa siapa yang ingin menukar kesembuhannya untuk kita (andai bisa). "Biarlah emak aja yang sakit, jangan kamu." 

Dan sekarang kita berani mengkhianatinya.
Kita lupa siapa yang menyekolahkan hingga kita jadi seperti sekarang. Siapa yang mendidik kita jadi pintar seperti sekarang. Siapa yang kita cari ketika pertama kali pulang sekolah, "Emak mana?" Siapa tempat kita berteduh, berkeluh kesah, selalu menasehati yang terbaik buat kita dari kecil hingga dewasa. Betapa beliau ingin yang terbaik buat kita.
Siapa yang selalu mendoakan kita, memohon kepada Alloh Ta’ala yang terbaik buat anak-anaknya, menyebut nama kita di setiap usai sholat fardhunya. Coba bayangkan wajah tua Beliau yang masih basah oleh sisa-sisa air wudhu.
Dan sekarang kita berani bilang bahwa Beliau terlalu mencampuri urusan kita.
Kita lupa cerita tentang Juraij.
Kita lupa cerita tentang Uwais.
Kita lupa bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu.




No comments:

Post a Comment

POST COMMENT

Popular Posts