Thursday 21 May 2015

Engkau Lelaki Kelak Sendiri


"Kamu takut?" tanya Mamiku sambil mengancingkan kemeja seragam SDku yang baru. Aku mengangguk. Hari itu hari pertamaku masuk di Sekolah Dasar setelah sebelumnya aku hanya duduk di TK nol kecil (aku ngga pernah duduk di kelas nol besar lho Gan, kata gurunya ngga perlu, langsung kelas satu aja). Aku takut akan tantangan yang jelas lebih berat dibanding TK. "Ngga usah takut, kan banyak temannya." kata Mamiku.
Tapi aku takut. Merasa sendiri masuk ke dunia middle of nowhere. Selalu merasa ngga percaya diri ketika melihat apa yang akan kuhadapi nanti di Sekolah Dasar. Aku melihat kakak-kakakku yang semua sudah sekolah di SD yang sama. Di rumah mereka mengerjakan PR. Ada matematika, hitung-hitungan rumit, akar, pangkat, derajat, istilah-istilah yang belum pernah kudengar sebelumnya. Sesuatu yang akan sangat sulit, kukira. Aku selalu takut akan sesuatu yang bahkan belum kuhadapi. Padahal semuanya toh akhirnya kulalui dengan lancar. Aku baik-baik saja, kalau kata Pinkan Mambo.
Begitu pula ketika aku SMP, melihat kakak-kakakku kuliah. Apa itu SKS? Kredit apaan sih. Skripsi? Apa itu? Kaya bagaimana, kok kayanya berat dan susah. Apa aku nanti bisa ya. Apa aku bisa mengemban tanggung jawab itu? Bayanganku selalu 'terlalu' jauh ke depan.
Setelah aku bekerja, aku juga sempat takut menikah. Dengan penghasilan pegawai negeri yang sangat kecil waktu itu. "Bagaimana aku bisa beli rumah? Ngisi perabot? Duit dari mana? Sekarang aja sudah ngutang-ngutang. Bagaimana kalau anakku sakit? Genteng bocor?" Apa aku bisa nanti jd pemimpin rumah tangga? Jadi kepala keluarga yang bertanggung jawab?
"Kejauhan mikirmu, Yan." kata Mamiku. Dan ketika semua kecemasanku terlampaui dengan baik-baik saja, Beliau pun bilang, "Inget ngga dulu kamu takut ama genteng bocor dan lain-lain?" Aku cuma mesem-mesem saja karena ke-paranoid-an ku.

Setelah aku waktu itu kemudian menjadi koordinator pelaksana di kantor, aku juga (sekedar) mikir, bagaimana ya kalau jadi kepala seksi? Bisa ngga ya nanti? Atau jadi kepala kantor? bisa ngga ya aku mengerjakan tanggung jawab sebegitu besarnya? Bagaimana kalau ngga bisa?
Well, jadi teringat sama lagunya Bang Iwan Fals, reff-nya kaya begini (yang tahu lagu ini, baca ya sambil dinyanyiin. Tapi kalau ngga tahu lagunya, ya teks nya dibaca saja, gampang dicerna kok maknanya):
Duduk sini nak, dekat pada Bapak
Jangan kau ganggu ibumu
Turunlah lekas dari pangkuannya
Engkau lelaki, kelak sendiri
Seorang lelaki, nantinya bakal berdiri sendiri di atas kakinya. Seorang lelaki-lah (dengan kodratnya sebagai pemimpin) yang wajib memikul semua tanggung jawab bagi keluarganya. Ngga bisa selalu bergantung sama orang lain. Seorang lelaki dewasa akan keluar dari rumah orang tuanya. Berdiri sendiri dengan kekuatannya sendiri.
Ketakutanku akan tanggung jawab yang belum kuterima (SD kelas satu kok sudah membayangkan matematika akar pangkat, SMP kok membayangkan nulis skripsi, koordinator pelaksana kok berpikir jadi kepala kantor) juga hal yang wajar kok. Justru sejak dini itu lah seorang lelaki belajar berdiri sendiri, menyiapkan dirinya menghadapi beban yang menantinya nanti di masa depan.
Dan ketika masa itu tiba, si lelaki yang tadinya cemas itu, kini sudah siap dan Insya Alloh akan melaluinya dengan baik-baik saja.

***

No comments:

Post a Comment

POST COMMENT

Popular Posts